Pages

Subscribe:

Saturday, November 26, 2011

Persamaan Arhenius


Nama : Ika Fatmawati
NIM : 4301409022
Rombel : 2
Prodi : Pendidikan Kimia
Kelompok : 6


LAPORAN PRAKTIKUM
PERSAMAAN ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI


  1. TUJUAN
        1. Memperlihatkan bagaimana kebergantungan laju reaksi pada suhu.
        2. Menghitung energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan Arrhenius.

  1. LANDASAN TEORI
Persamaan laju dari suatu reaksi antara dua senyawa A dan B ditulis seperti dibawah ini:

Persamaan laju menunjukkan pengaruh dari perubahaan konsentrasi reaktan terhadap laju reaksi. Ketika kita mengubah suhu maupun katalis, tetapan laju akan berubah.
Energi aktivasi adalah energi minimum yang harus dipenuhi agar reaksi dapat berjalan. Istilah energi aktifasi (Ea) pertama kali diperkenalkan oleh Svante Arrhenius dan dinyatakan dalam satuan kilojule per mol. Terkadang suatu reaksi kimia membutuhkan energi aktivasi yang teramat sangat besar, maka dari itu dibutuhkan suatu katalis agar reaksi dapat berlangsung dengan pasokan energi yang lebih rendah. Jika terdapat suatu reaksi sebagai berikut:
Reaktan -> Produk


Maka jika reaksi diatas berlangsung secara eksoterm maka diagram energi aktivasinya adalah sebagai berikut:
Dan jika reaksinya endoterm maka diagramnya adalah sebagai berikut:
Persamaan Arrhenius mendefisinkan secara kuantitatif hubungan antara energi aktivasi dengan konstanta laju reaksi,
Dimana A adalah faktor frekuensi dari reaksi, R adalah konstanta universal gas, T adalah temperatur dalam Kelvin dan k adalah konstanta laju reaksi. Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa Ea dipengaruhi oleh temperatur.
Adanya katalis dalam suatu reaksi akan memperkecil besarnya energi aktifasi yang dimiliki oleh reaksi, dan dapat digambarkan dengan grafik berikut ini:
Grafik biru adalah reaksi tanpa katalis dan grafik merah adalah reaksi dengan katalis dapat dilihat E1 (tanpa katalis) lebih besar daripada E2 (dengan katalis). Jadi adanya katalis akan memperkecil Ea reaksi sehingga reaksi dapat berlangsung dengan lebih cepat.
Pada tahun 1889 Arrhenius mengusulkan sebuah persamaan empirik yang menggambarkan pengaruh suhu terhadap konstanta laju reaksi. Persamaan yang diusulkan adalah:
K =
K = konstanta laju reaksi
A = faktor frekuensi
Ea = energi aktivasi

Persamaan dalam bentuk logaritma dapat ditulis:

ln k = ln A – (Ea/RT)
ln k = - x + ln A

Dari persamaan di atas terlihat bahwa kurva ln K sebagai fungsi dari 1/T akan berupa garis lurus dengan perpotongan (intersep) ln A dan gradien –Ea/R.
Kedua faktor A dan Ea dikenal sebagai parameter Arrhenius. Plot dari log K terhadap T -1 adalah linear untuk sejumlah besar reaksi dan pada temperatur sedang. Hubungan antara konstanta laju pada dua temperatur adalah 


  1. ALAT DAN BAHAN
        1. Alat:
  1. Rak tabung reaksi 1 buah
  2. Tabung reaksi 8 buah
  3. Gelas piala 600 ml 1 buah
  4. Pipet ukur 10 ml
  5. Pengaduk
  6. Termometer
  7. Stopwatch
  8. Penangas air

        1. Bahan:
  1. H2O2 0,04 M
  2. KI 0,10 M
  3. Na2S2O3 0,001 M
  4. Larutan amilum 1% (dibuat pada saat digunakan)
  5. Es batu.

  1. CARA KERJA


Jml Sistem
Tabung 1
Tabung 2
Volume H2O2 (ml)
Volume H2O (ml)
Volume
I (ml)
Volume S2O32- (ml)
Volume amilum (ml)
5
5
5
10
1
1




  1. DATA PENGAMATAN
Suhu kamar: 30 ˚C
No.
Suhu Awal (ºC)
Suhu Akhir Campuran (˚C)
Rata-rata Suhu
Waktu Reaksi (detik)
Tabung 1
Tabung 2
Campuran


1
40
40
40
38
39
17
2
30
30
30
33
31,5
27
3
20
20
20
22
22
37
4
10
10
10
12
11
42
5
55
55
55
49
52
112

  1. PEMBAHASAN
Percobaan ini dilakukan dengan mereaksikan antara larutan H2O2 yang diencerkan dengan aquades pada tabung 1 dan campuran KI, Na2S2O3 dan larutan amilum 1% pada tabung 2. Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu terhadap laju reaksi dan menghitung energi aktivasi menggunakan persamaan Arrhenius. Sistem yang terdiri dari tabung 1 dan tabung 2 pertama kali harus disamakan suhunya. Suhu pengamatan dalam percobaan ini yaitu 0-40˚C dan kita memilih suhu 10˚C , 20˚C, 30˚C, 40˚C dan 55˚C. Kita memilih 55˚C untuk membandingkan, bagaimana jika suhu larutan diatas suhu pengamatan. Suhu kedua larutan dibuat sama karena kita akan mempelajari pengaruh suhu terhadap laju reaksi.
Larutan amilum dalam percobaan ini digunakan sebagai indikator adanya I2. I2 akan bereaksi dengan amilum setelah Na2S2O3 pada campuran habis bereaksi dan hal ini dijadikan sebagai waktu akhir reaksi, waktu dimana muncul warna biru pertama kali (waktu awal reaksi saat kedua tabung dicampur). Larutan amilum yang digunakan dibuat sesaat sebelum percobaan karena larutan ini mudah rusak. H2O2 berfungsi sebagai oksidator yang akan menjadi H2O sedangkan KI sebagai penghasil I2 jika direaksikan dengan H2O2. Reaksi yang diukur adalah reaksi hidrogen peroksida dengan ion iodida. Dalam hal ini, hidrogen peroksida dicampurkan bersamaan dengan iodide, ion tiosulfat dan amilum.
Ion iodide dan hidrogen peroksida akan bereaksi membentuk gas I2, gas tersebut akan bereaksi kembali dengan ion tiosulfat membentuk kembali ion iodide. Namun, dalam reaksi ini, tidak akan ada yodium yang dibebaskan sampai semua ion tiosulfat habis bereaksi. Dengan tambahan amilum, ion iodide yang terbentuk kembali akan bereaksi dengan amilum dan menghasilkan warna biru pada larutan.

Reaksi yang terjadi:
H2O2 + KI I2 + KOH + H2O
Na2S2O3 + KI NaI + Na2S4O6
H2O2 + Na2S2O3 + KI I2 + KOH + NaI + Na2S4O6 + H2O
Dari percobaan tersebut, variabel bebasnya adalah suhu sedangkan variabel terikatnya adalah waktu. Dan diperoleh semakin tinggi suhunya maka waktu reaksinya akan semakin cepat. Hal ini terjadi karena semakin tinggi suhu maka energi kinetik suatu partikel akan meningkat. Sehingga pergerakan partikel untuk menimbulkan tumbukan efektif semakin besar juga. Dan sebaliknya, jika reaksi dilakukan pada suhu rendah, reaksi akan semakin lambat. Hal ini tidak berlaku untuk suhu 55˚C karena suhu ini diatas suhu pengamatan dan suhu optimum reaksi yaitu 40˚C. Sehingga waktu berjalannya reaksi pada suhu 55˚C paling lambat dibandingkan suhu pengamatan lainnya dalam percobaan ini.
Dari percobaan diperoleh untuk suhu 55°C, waktu yang diperlukan yaitu 112 sekon, suhu 40°C = 17 sekon, 30°C = 27 sekon, suhu 20°C = 37 sekon, dan suhu 10°C = 42 sekon. Dari lima sistem dapat disimpulkan bahwa temperatur berbanding terbalik dengan waktu sesuai dengan teori karena reaksi berlangsung lebih cepat jika suhu tinggi akibat tumbukan semakin banyak karena gerakan yang semakin cepat dan komposisi H2O2 yang berubah menyebabkan waktu yang diperlukan lebih sedikit.
Perubahan suhu umumnya mempengaruhi harga tetapan laju k. Jika suhu dinaikan maka harga k akan meningkat dan sebaliknya. Dari harga k tersebut maka akan dapat dihitung energi aktivasi. Melalui proses perhitungan (analisa data pada lampiran) didapat data sebagai berikut:

No.
Rerata suhu
1/T
Waktu (detik)
k
Ln k
1.
39oC
0,0032
17
0,00588
-5,13619
2.
31,5oC
0,003284
27
0,0037
-5,59942
3.
21oC
0,0034
37
0,0027
-5,9145
4.
11oC
0,003521
42
0,00238
-6,04065
5.
52oC
0,003077
112
0,00089
-7,0243


Grafik Ln k vs 1/T sebagai berikut:


Persamaan regresinya adalah y = -0,421x -4,677
y = mx + b,
m = -0,421
ln k = - x + ln A
maka m = -
Ea = -m.R = -(-0,421).(8,314) = 3,5 J/mol = 0,0035 kJ/mol
B = intercept = ln A = -4,677
A = 0,00931

Dari grafik Ln k dan 1/T diperoleh Ea = 0,0035 kJ/mol dengan nilai A = 0,00931. Hubungan energi aktivasi dengan laju reaksi adalah berbanding terbalik. Semakin besar energi aktivasi maka laju reaksinya semakin lambat karena energi minimum untuk terjadi reaksi semakin besar.
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa grafik yang menunjukkan hubungan konstanta laju reaksi dan suhu tidak berbentuk garis lurus atau linear, melainkan terjadi penyimpangan pada suhu lebih dari 40˚C. Hal ini dimungkinkan karena jika suhunya lebih dari 40˚C maka amilum yang ada pada larutan akan rusak atau rusak sebagian , sehingga ion iodide yang terbentuk dari perubahan yodium tidak dapat terdeteksi dengan baik.
Faktor yang mempengaruhi energi aktivasi (Ea) yaitu suhu, faktor frekuensi (A), katalis. Semakin kecil harga Ln k maka harga 1/T rata-rata semakin besar. Ini membuktikan bahwa semakin tinggi temperatur maka energi aktivasinya akan semakin kecil dan semakin sedikit waktu yang diperlukan sehingga akan memperbesar harga laju reaksi. Hal ini sesuai dengan teori dimana energi aktivasi berbanding terbalik dengan laju reaksi.

  1. KESIMPULAN DAN SARAN
    1. Kesimpulan
      1. Temperatur berpengaruh pada laju reaksi, jika suhu semakin tinggi maka laju reaksi akan semakin cepat. Hal ini dibuktikan dengan dihasilkannya harga k yang lebih besar pada suhu yang lebih tinggi.
      2. Energi aktivasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Arrhenius.
      3. Dari perhitungan data diperoleh harga Ea sebesar 0,0035 kJ/mol dan harga A sebesar 0,00931.
    1. Saran
Sebaiknya praktikan benar-benar mendalami materi praktikum dan alur kerja praktikum sehingga kesalahan dalam pelaksanaan praktikum minim dan hasil praktikum yang diperoleh maksimal.

  1. JAWABAN PERTANYAAN
Alasan yang mungkin menyebabkan terjadinya penyimpangan apabila suhu diatas 40˚C karena jika suhunya lebih dari 40˚C maka amilum yang ada pada larutan akan rusak atau rusak sebagian , sehingga ion iodide yang terbentuk dari perubahan yodium tidak dapat terdeteksi dengan baik.



  1. DAFTAR PUSTAKA
Atkins PW. 1999. Kimia Fisika. “Ed ke-2 Kartahadiprodjo Irma I, penerjemah;Indarto Purnomo Wahyu, editor. Jakarta : Erlangga. Terjemahan dari : Physichal Chemistry.
Castellan GW. 1982. Physichal Chemistry. Third Edition. New York : General Graphic Services.
Naruti, Nunung. 2011. Persamaan Arrhenius dan Energi Aktivasi. Diakses dari http://nugiluph24.blogspot.com/2011/05/persamaan-arrhenius-dan-energi-aktivasi.html pada tanggal 31 Oktober 2011.
Tim Dosen Kimia Fisik. 2011. Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Fisik. Semarang : Jurusan Kimia FMIPA UNNES.
Vogel. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran (EGC).



Semarang, 2 November 2011
Mengetahui,
Dosen Pengampu Praktikan



Ir. Sri Wahyuni, M.Si Ika Fatmawati
NIM. 4301409022









  1. LAMPIRAN

mgrek H2O2 = M . V . val
= 0,04 x 5 x 2 = 0,4 mgrek
mgrek KI = M . V . val
= 0,1 x 10 x 1 = 1 mgrek
mgrek Na2S2O3 = M . V . val
= 0,001 x 1 x 1 = 0,001 mgrek (pereaksi pembatas)
mgrek H2O2 yang bereaksi = mgrek Na2S2O3


  1. Menghitung nilai k

  1. t = 17 detik

  1. t = 27 detik

  1. t = 37 detik

  1. t = 42 detik

  1. t = 112 detik

  1. Menghitung nilai 1/T
  1. T = 39oC


  1. T = 31,5oC


  1. T = 21oC


  1. T = 11oC


  1. T = 52oC


  1. Perhitungan Ea
Persamaan regresinya adalah y = -0,421x -4,677
y = mx + b,
m = -0,421
ln k = - x + ln A
maka m = -
Ea = -m.R = -(-0,421).(8,314) = 3,5 J/mol = 0,0035 kJ/mol
B = intercept = ln A = -4,677
A = 0,00931


1 komentar:

Eka Pratama said...

grafiknya kok tidak ada ya min

Post a Comment